PENDIDIKAN NONFORMAL BERBASIS MASYARAKAT
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan 
mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya 
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. 
Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus 
besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam 
segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak
 mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan 
tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.~
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang 
melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks 
ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan,
 melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai 
sebuah kerja sama, maka masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang 
harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program 
pendidikan.
1. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi 
pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan 
masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan 
penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengsi 
tantangan kehidupan yang berubah-ubah.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model 
penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, 
oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat 
artinya pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. 
pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai 
subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, 
masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program 
pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya 
masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk 
menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu 
diberdayakan, diberi Peluang dan kebebasan untuk merddesain, 
merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang 
diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang no 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan 
berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan 
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai
 perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian
 nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan 
suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada 
masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan 
keinginan masyarakat itu sendiri.
Sementara itu dilingkungan akademik para akhli juga memberikan batasan 
pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith, 
community-based education could be defined as an educational process by 
which individuals (in this case adults) become more corrtpetent in their
 skills, attitudes, and concepts in an effort to live in and gain more 
control over local aspects of their communities through democratic 
participation. Artinya, pendidikan berbasis masvarakat dapat diartikan 
sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang dewasa 
menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka 
dalam upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari 
masyarakatnya melalui partisipasi demokratis. Pendapat lebih luas 
tentang pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith 
sebagai berikut:
… as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by
 engaging with people living within a geographical area, or sharing a 
common interest, to develop voluntar-ily a range of learning, action, 
and reflection opportunities, determined by their personal, social, 
econornic and political need.”
Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses
 yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan
 mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi 
mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan sukarela tempat 
pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh 
pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
Dengan demikian, pendekatan pendidikan berbasis masyarakat adalah salah 
satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus 
tujuan, melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat 
sebagai fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan menjadi lebih balk.
 Dari sini dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis 
masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada di 
tangan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat bekerja atas asumsi 
bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah dibekali potensi untuk 
mengatasi masalahnya sendiri. Baik masyarakat kota ataupun desa, mereka 
telah memiliki potensi untuk mengatasi masalah mereka sendiri 
berdasarkan sumber daya vang mereka miliki serta dengan memobilisasi 
aksi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat 
pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, 
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan 
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan 
pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat 
bersumber-dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah 
dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan 
perundang-undangan-yang berlaku.
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan 
teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari 
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan 
peraturan pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat 
diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari 
pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, 
serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh 
karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang 
sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat 
mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir,  
perhatian terhadap lingkungan,  budaya dan sejarah etnis, kebijakan 
pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan 
keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban
 narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya. Sementara itu lembaga yang 
memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan 
industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, 
organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, 
perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga 
keagamaan dan lain-lain .
2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini 
semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada 
26 ayat 1 s/d 7. jalur yang digunakan bisa formal dan atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah 
pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang 
memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah 
dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan 
sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi 
peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional 
serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan 
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia 
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, 
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, 
pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk 
mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal 
terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat 
kegiatan masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang 
sejenis.
Dengan demikian,  nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih 
cenderung mengarah pada  pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan 
sebuah proses dan program, yang  secara esensial, berkembangnya 
pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya 
kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu 
pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap 
pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam 
kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. 
Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus 
berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga 
masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi 
warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan 
berpartisipasi dan keingin berpartisipasi.
3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat 
memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan 
kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang 
bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan 
baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah 
didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan 
membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka 
beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka 
sendiri.
• Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal
 harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, 
membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri 
mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan 
masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unhik tingkat partisipasi 
masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam 
pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat
 masyarakat hidup.
• Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) 
Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang 
menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik 
yang lebih baik.
• Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya 
memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava 
manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa 
duplikasi pelayanan.
• Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat
 berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, 
agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara 
menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan 
seluas mungkin dan mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam 
pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan 
aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
• Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan 
terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah 
sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk 
melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai 
perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus 
dapat dirasakan.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran 
formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua 
umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
Dalam perkembangannya, community-based education merupakan sebuah 
gerakan nasional di negara berkemang seperti Indonesia. community-based 
education diharapkan dapat menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan 
masyarakat madani (civil society). Dengan sendirinya, manajemen 
penndidikan yang berdasarkan pada community-based education akan 
menampilkan wajah sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat. Untuk 
melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur 
nonformal setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal (Sudjana. 1984). 
pertama, teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan 
situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang 
diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi 
pengarbitan masyarakat  yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran 
teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal 
ini membuat masyarakat menjadi rapuh. Kedua, ada lembaga atau wadah yang
 statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh
 masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam 
peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar 
sekolah. Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai 
sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga 
belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya 
harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan 
berorientasi akademik semata.
Keempat, program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik 
instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada 
pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh 
instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi 
masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua 
program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Kelima, 
aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri 
programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. 
Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan 
mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam 
berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.
4. Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk pembangunan masyarakat
Dalam upaya mendorong pada terwujudnya pendidikan nonformal berbasis 
masyarakat, maka diperlukan upaya untuk menjadikan pendidikan tersebut 
sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat. Dalam hal ini diperlukan
 pemahaman yang tepat akan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Pembangunan/pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan
 suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin 
meningkatnya pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat 
dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang 
memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan.
Pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat
 sebagai istilah-istilah yang dimaksud dalam pembahasan ini mengandung 
arti yang bersamaan. Pengembangan masyarakat, terutama di daerah 
pedesaan, bila dibandingkan dengan daerah perkotaan jelas menunjukan 
suatu ketimpangan, sehingga memerlukan upaya yang lebih keras untuk 
mencoba lebih seimbang diantara keduanya. pengembangan masyarakat, 
pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat tersebut menunjukkan 
suatu upaya yang disengaja dan diorganisasi untuk memajukan manusia 
dalam seluruh aspek kehidupannya yang dilakukan di dalam satu kesatuan 
Wilayah. Kesatuan wilayah itu bisa terdiri dari daerah pedesaan atau 
daerah perkotaan.
Upaya pembangunan ini bertujuan untuk terjadinya perubahan kualitas 
kehidupan manusia dan kualitas wilayahnya atau lingkungannya ke arah 
yang lebih baik. Agar pembangunan itu berhasil, maka pembangunan  
haruslah menjadi jawaban yang wajar terhadap kebutuhan perorangan, 
masyarakat dan Pemerintah baik di tingkat desa, daerah ataupun di 
tingkat nasional. Dengan demikian maka isi, kegiatan dan tujuan 
pengembangan masyarakat akan erat kaitannya dengan pembangunan nasional.
TR Batten menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat ialah proses yang 
dilakukan oleh masyarakat dengan usaha untuk pertama-tama mendiskusikan 
dan menentukan kebutuhan atau keinginan mereka, kemudian merencanakan 
dan melaksanakan secara bersama usaha untuk memenuhi kebutuhan dan 
keinginan mereka itu (Batten, 1961). Dalam proses tersebut maka 
keterlibatan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut. Tahap 
pertama, dengan atau tanpa bimbingan fihak lain, masyarakat melakukan 
identifikasi masalah, kebutuhan, keinginan dan potensi-potensi yang 
mereka miliki. Kemudian mereka mendiskusikan kebutuhan-kebutuhan mereka,
 menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan itu berdasarkan tingkat 
keperluan, kepentingan dan mendesak tidaknya usaha pemenuhan kebutuhan. 
Dalam identifikasi kebutuhan itu didiskusikan pula kebutuhan perorangan,
 kebutuhan masyarakat dan kebutuhan Pemerintah di daerah itu. Mereka 
menyusun urutan prioritas kebutuhan itu sesuai dengan sumber dan potensi
 yang terdapat di daerah mereka. Tahap kedua, mereka menjajagi 
kemungkinan-kemungkinan usaha atau kegiatan yang dapat mereka lakukan, 
untuk memenuhi kebutuhan itu. apakah sesuai dengan sumber-sumber yang 
ada dan dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan hambatan yang 
akan dihadapi dalam kegiatan itu. Selanjutnya mereka menentukan pilihan 
kegiatan atau usaha yang akan dilakukan bersama. Tahap ketiga, mereka 
menentukan rencana kegiatan, yaitu program yang akan dilakukan untuk 
memenuhi kebutuhan mereka. Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa 
memiliki dikalangan masyarakat. Rasa pemilikan bersama itu menjadi 
prasarat timbulnya rasa tanggung jawab bersama untuk keberhasilan usaha 
itu. Tahap keempat ialah melaksanakan kegiatan. Dalam tahap keempat ini 
motivasi perlu dilakukan. Di samping itu komunikasi antara pelaksana 
terus dibina. Dalam tahap pelaksanaan ini akan terdapat masalah yang 
menuntut pemecahan. Pemecahan masalah itu dilakukan setelah dirundingkan
 bersama oleh masyarakat dan para pelaksana. Tahap kelima, penilaian 
terhadap proses pelaksanaan kegiatan, terhadap hasil kegiatan dan 
terhadap pengaruh kegiatan itu. Untuk kegiatan yang berkelanjutan, hasil
 evaluasi itu dijadikan salah satu masukan untuk tindak lanjut kegiatan 
atau untuk bahan penyusunan program kegiatan baru. Semua tahapan 
kegiatan itu dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif. Pengembangan
 masyarakat yang bertumpu pada kebutuhan dan tujuan pembangunan nasional
 itu memiliki dua jenis tujuan. Tujuan-tujuan itu dapat digolongkan 
kepada tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dengan sendirinya 
mengarah dan bermuara pada tujuan nasional, sedangkan tujuan khusus 
yaitu perubahan-perubahan yang dapat diukur yang terjadi pada 
masyarakat. Perubahan itu menyangkut segi kualitas kehidupan masyarakat 
itu sendiri setelah melalui program pengembangan masyarakat. Perubahan 
itu berhubungan dengan peningkatan taraf hidup warga masyarakat dan 
keterlibatannya dalam pembangunan. Dengan kata lain tujuan khusus itu 
menegaskan adanya perubahan yang dicapai setelah dilakukan kegiatan 
bersama, yaitu berupa perubahan tingkah laku warga masyarakat. Perubahan
 tingkah laku ini pada dasarnya merupakan hasil edukasi dalam makna yang
 wajar dan luas, yaitu adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap 
dan aspirasi warga masyarakat serta adanya penerapan tingkah laku itu 
untuk peningkatan kehidupan mereka dan untuk peningkatan partisipasi 
dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan masyarakat 
itu bisa terdiri dari partisipasi buah fikiran, harta benda, dan tenaga 
(Anwas Iskandar, 1975). Dalam makna yang lebih luas maka tujuan 
pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah pengembangan demokratisasi,
 dinamisasi dan modernisasi (Suryadi, 1971).
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan di sini ialah 
keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan 
gotong royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan 
bahwa kegiatan pengembangan masyarakat didasarkan pada program-program 
yang disusun oleh masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang 
mempunyai hubungan tugas dalam pembangunan masyarakat. Prinsip 
berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan masyarakat itu 
tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus menerus menuju ke
 arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian diterapkan pada 
program-program pembangunan masyarakat yang memperhatikan kepentingan 
masyarakat dan kepentingan Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti
 dalam melaksanakan kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan 
yang dimiliki oleh masyarakat sendiri.
Prinsip-prinsip di atas memperjelas makna bahwa program-program 
pendidikan nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan 
menumbuhkan semangat pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa 
yang harus dijadikan substansi pembelajaran dalam pendidikan nonformal. 
Oleh karena itu, upaya untuk menjadikan pendidikan nonformal sebagai 
bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya yang serius agar 
hasil dari pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya 
peningkatan kualitas hidup mereka
Dalam hal ini perlu disadiri bahwa pengembangan masyarakat itu akan 
lancar apabila di masyarakat itu telah berkembang motivasi untuk 
membangun serta telah tumbuh kesadaran dan semangat mengembangkan diri 
ditambah kemampuan serta ketrampilan tertentu yang dapat menopangnya, 
dan melalui kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan nonformal 
diharapkan dapat tumbuh suatu semangat yang tinggi untuk membangun 
masyarakat desanya sendiri sabagai suatu kontribusi bagi pembangunan 
bangsa pada umumnya.
sumber: https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/pendidikan-nonformal/ 

 
0 komentar:
Posting Komentar